Sinergisitas Akademisi Farmasi,
Industri Farmasi, Dan
Pemerintah Sebagai Upaya
Mewujudkan Kesehatan Dunia Melalui Optimalisasi
Obat Herbal Indonesia
Negara Indonesia adalah negara yang memiliki potensi
kekayaan obat herbal nomor dua di dunia setelah Brazil. Indonesia juga mendapat
sebutan sebagai Live Laboratory
karena sekitar 3000 tanaman obat dapat ditemukan di Indonesia, sehingga tidak
diragukan lagi bahwa Indonesia merupakan gudangnya tanaman obat. Dengan kondisi
kekayaan alam yang seperti ini tentu Indonesia memiliki potensi untuk
mengembangkan obat herbal yang kualitasnya setara dengan obat modern. Akan
tetapi, sumber daya alam tersebut belum dimanfaatkan secara optimal bagi
kepentingan masyarakat. Baru sekitar 1200 species tanaman obat yang
dimanfaatkan dan diteliti sebagai obat tradisional. Beberapa spesies tanaman
obat yang berasal dari hutan tropis Indonesia justru digunakan oleh negara lain.
Sebagai contoh adalah para peneliti Jepang yang telah mematenkan sekitar 40
senyawa aktif dari tanaman yang berasal dari Indonesia. Bahkan beberapa
obat-obatan yang bahan bakunya dapat ditemukan di Indonesia telah dipatenkan
dan diproduksi secara besar-besaran di negara lain sehingga memberi keuntungan
yang besar bagi negara tersebut (Johnherf , 2007).
Sejak dahulu bangsa Indonesia telah mengenal dan
memanfaatkan tumbuhan berkhasiat obat sebagai salah satu upaya untuk
menanggulangi masalah kesehatan, jauh sebelum pelayanan kesehatan formal dengan
obat-obatan modernnya dikenal masyarakat. Pengetahuan tentang pemanfaatan
tanaman obat tersebut merupakan warisan budaya bangsa berdasarkan pengetahuan
dan pengalaman yang diwariskan secara turun-temurun hingga ke generasi
sekarang, sehingga tercipta berbagai ramuan tumbuhan obat yang merupakan ciri
khas pengobatan tradisional Indonesia. Dengan demikian, selain memiliki
kekayaan hayati yang besar, pengetahuan masyarakat lokal tentang pemanfaatan
sumber daya hayati tersebut cukup tinggi. Oleh karena itu, tidaklah bijaksana
apabila pengobatan penyakit dan pemeliharaan kesehatan dengan pemanfaatan
tumbuhan obat tidak diupayakan untuk dikembangkan bagi kepentingan masyarakat
dan bangsa (Jhonherf, 2007).
Pemanfaatan obat tradisional untuk pemeliharaan
kesehatan dan gangguan penyakit hingga saat ini masih sangat dibutuhkan dan
perlu dikembangkan, terutama dengan melonjaknya biaya pengobatan dan harga
obat-obatan. Adanya kenyataan bahwa tingkat kebutuhan masyarakat terhadap pengobatan
semakin meningkat, sementara taraf kehidupan sebagian masyarakat kita masih
banyak yang kemampuannya pas-pasan. Maka dari itu, pengobatan dengan bahan alam
yang ekonomis merupakan solusi yang baik untuk menanggulangi masalah tersebut.
Dengan kembali maraknya gerakan kembali ke alam (back to nature), kecenderungan penggunaan bahan obat alam/herbal di
dunia semakin meningkat. Gerakan tersebut dilatarbelakangi perubahan
lingkungan, pola hidup manusia, dan perkembangan pola penyakit. Obat yang
berasal dari bahan alam memiliki efek samping yang lebih rendah dibandingkan
obat-obatan kimia, karena efek obat herbal bersifat alamiah. Dalam
tanaman-tanaman berkhasiat obat yang telah dipelajari dan diteliti secara
ilmiah menunjukan bahwa tanaman-tanaman tersebut mengandung zat-zat atau
senyawa aktif yang terbukti bermanfaat bagi kesehatan(Maheswari, 2002).
Menurut
WHO, berdasarkan data pada Herbal Expo tahun 2010,minat masyarakat dalam menggunakan obat herbal terus meningkat berdasarkan konsep back to nature (kembali ke alam). Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya
pasar obat alami Indonesia. Pada 2003 pasar obat herbal sekitar Rp 2,5 triliun,
pada 2005 sebesar Rp 4 triliun, dan pada 2010 diperkirakan mencapai Rp 8
triliun. Sedangkan di Amerika bisnis herbal tumbuh 35 persen per tahun (1988 -1997).
Hampir sepertiga orang Amerika mengonsumsi herbal. Di Eropa pasar herbal saat
ini bernilai 7,4 miliar dolar. Di Eropa herbal telah diklasifikasikan sebagai `obat.’ Pesatnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan terjadinya perubahan
perilaku masyarakat dan pergeseran pola penyakit dari infeksi menjadi penyakit degeneratif, sehingga dibutuhkan
obat dengan efek samping yang lebih aman bila dibandingkan dengan obat kimia,
sebab penyakit degenaratif menggunakan obat dalam pemakaian jangka panjang.
Kondisi Indonesia dengan kekayaan obat herbal yang tidak diragukan lagi
seharusnya mampu menjadi peluang besar bagi negara ini untuk mengoptimalkan
sumber daya alam yang ada. Posisi ke-2 yang telah
berhasil mengalahkan Cina yang berada pada urutan ke-3 tidak lantas membuat
obat herbal Indonesia memiliki bargaining
yang bagus di pasaran. Dominasi obat Cina tidak dapat dipungkiri bahwa sampai
sekarangpun masih menguasai pasar Indonesia bahkan dunia. Bila keadaan ini
tetap dibiarkan maka posisi Indonesia di mata dunia juga akan terancam.
Indonesia tidak lagi memiliki integritas serta dianggap sebagai bangsa murahan
yang sangat mudah dieksploitasi kekayaan alamnya. Pihak-pihak yang terkait
dalam hal ini seperti akademisi farmasi, pemerintah serta pengusaha yang
bergerak di bidang industry farmasi haruslah memiliki perhatian yang lebih,
dalam memandang situasi ini. Diperlukan kajian strategis bersama guna
melahirkan suatu solusi konkrit yang nantinya mampu mengoptimalkan pemanfaatan
bahan herbal Indonesia untuk menghasilkan obat yang berkualitas yang mampu
menyehatkan bangsa bahkan dunia. Sehingga visi ke depan adalah Indonesia mampu
memberi sumbangan yang berarti bagi kesehatan dunia. Sebab, seperti yang telah
dijabarkan sebelumnya bahwa saat ini masyarakat dunia juga mempertimbangkan
kembali penggunaan obat herbal.
Visi
membawa obat herbal sebagai salah satu upaya untuk membantu mewujudkan
kesehatan dunia, perlu diawali dengan mengkondisikan obat herbal tersebut di
dalam negeri sendiri. Pengkondisian yang dimaksud adalah bagaimana bangsa
Indonesia mampu mengangkat obat herbal tersebut kepada masyarakat dalam negeri
sebelum obat herbal tersebut ditawarkan kepada dunia. Diperlukan pemahaman
mengenai masalah – masalah yang dihadapi tanaman maupun obat herbal yang
menyebabkan tanaman dan obat herbal ini tidak mendapat tempat yang layak di
hati masyarakat. Selama ini telah kita ketahui bersama bahwa obat-obat herbal
yang ada di pasaran dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Tidak sedikit
masyarakat yang masih ragu menggunakan obat herbal tersebut. Keraguan yang
timbul disebabkan oleh ketidakjelasan obat herbal itu sendiri, baik dari segi
proses pembuatannya, tidak adanya standar khusus peresepan obat herbal, atau
karena sulit dalam menentukan takaran dosis yang tepat. Sebenarnya pemerintah telah mengatur pemanfaatan
herbal medik dalam fasilitas kesehatan melalui beberapa peraturan pemerintah,
keputusan menteri, maupun peraturan perundang-undangan sejak 1998 hingga kini. Meskipun begitu, optimalisasi penggunaan obat herbal dalam proses
pengobatan belum tercapai karena adanya beberapa kendala. Kendala tersebut
antara lain, system perundangan yang kurang jelas mengenai keamanan obat
herbal. Meski telah terdapat perundangan kesehatan yang mengatur penggunaan
obat herbal, namun sosialisasi undang-undang tersebut masih sangat kurang
sehingga anggapan yang ada pada masyarakat adalah bahwa obat herbal masih
sekedar obat alternatif, bukan sebagai obat utama. Selain itu belum banyak informasi khasiat yang melalui uji
klinis, belum ada kompetensi pada apoteker, kurangnya perlindungan masyarakat terhadap efek
plasebo iklan obat berbahan alam, belum terhimpunnya data mengenai obat bahan
alam Indonesia berdasarkan pada evidence
based, kurangnya koordinasi antar institusi dalam penelitian obat bahan alam Indonesia,
serta masih sedikitnya farmasist dan apoteker
yang memiliki perhatian yang besar terhadap tanaman dan obat herbal Indonesia
serta teknis pengembangan pemanfaatannya.
Realita di atas merupakan informasi penting bagi institusi terkait dalam
kaitannya menyusun rencana strategi guna memajukan tanaman dan obat herbal
Indonesia. Agar produk obat herbal Indonesia dapat menjadi sebuah produk yang
bisa diandalkan dan diterima semua kalangan serta mampu bersaing secara global,
maka mutunya harus ditingkatkan, keamanannya harus dibuktikan, serta manfaat
atau khasiatnya harus diteliti dan dibuktikan secara ilmiah. Diperlukan sebuah
langkah cerdas untuk menyiasati beberapa kendala yang dihadapi dalam usaha
memajukan obat herbal, salah satunya adalah ketika kita dihadapkan pada pengujian
klinis untuk obat herbal dikarenakan biayanya yang mahal, maka kita dapat
menyiasatinya dengan cara menggunakan uji manfaat, yaitu dengan melihat kondisi
kesehatan beberapa orang yang telah menggunkan obat herbal. Selain itu
efektivitas obat herbal juga dapat dilihat dari penggunaannya yang turun
temurun, Kalau sampai saat ini masih digunakan, itu berate bahwa obat herbal
tersebut memang memiliki kasiat.
Usaha yang dilakukan untuk mengangkat obat herbal dalam proses pengobatan
akan menghasilkan dampak signifikan yang bisa dirasakan apabila usaha ini
dikawal sepenuhnya oleh pihak yang terkait di dalamnya, yaitu akademisi
farmasi, industry farmasi, serta pemerintah. Pengawalan yang dilakukan oleh
pihak terkait ini diharapkan mampu menjamin tercapainya visi obat herbal ke
depannya. Sinergisitas ke tiga pihak ini sangat penting dalam mempercepat
proses terwujudnya partispasi Indonesia dalam menyehatkan dunia. Ke tiga sector
ini tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, sebab bila ke tiganya terpisah
maka akan menyebabkan terbengkalainya program optimalisasi penggunaan obat
herbal tersebut, ketiganya merupakan penguat satu sama lain dalam usaha
mewujudkan tujuannya.
Di bidang akademisi farmasi, ini merupakan elemen dasar bagi tanaman dan
obat herbal untuk memajukan dirinya agar lebih diterima oleh masyarakat. Di
tangan para akademisi farmasi ini baik mulai dari tingkatannya yang tertinggi
sampai yang terendah semuanya memiliki peran masing-masing yang tidak dapat
dianggap sepele. Selama ini penelitian di bidang tanaman herbal masih sedikit
sekali peminatnya, banyak kalangan kademisi farmasi seperti dosen maupun
mahasiswa farmasi yang lebih tertarik pada industry farmasi. Seharusnya mereka
juga memiliki kesadaran akan kekayaan bahan obat alam yang dimiliki Indonesia.
Sudah saatnya fakultas-fakultas farmasi Indonesia memberikan perhatian yang
besar bagi kemajuan tanaman dan obat herbal Indonesia. Diperlukan spesifikasi
yang jelas dalam displin ilmu ini agar nantinya benar-bebar dapat berjalan
sebuah program yang meneliti bahan alam mulai dari cara mendapatkannya sampai
pada sediaan obat yang siap dikonsumsi. Era saat ini merupakan sebuah era
persaingan yang cukup ketat, di mana yang mampu bertahan adalah mereka yang
memiliki spesialisasi keahlian tertentu, sebab jika mereka sama dengan yang
lain, maka mereka akan mudah tersisih dan tergantikan oleh yang lain. Oleh
karena itu, sudah saatnya dunia pendidikan kefarmasian memberikan perhatian
khusus pada pengembangan tanaman dan obat herbal.
Sehingga gambarannya ke depan, farmasi Indonesia adalah farmasi yang
memiliki kekhususan mempelajari tanaman dan obat herbal. Spesialisasi ini akan
membawa farmasi Indonesia menjadi sesuatu yang advance di bidangnya sehingga mampu menjadi rujukan bagi negara
lain. Bila farmasi Indonesia telah memiliki kemampuan yang benar-benar ahli,
maka dia tidak akan ragu lagi membawa obat herbal ini ke dalam proses
pengobatan secara total. Sosialisasi penggunaan obat herbal juga sangat
membutuhkan peran akademisi farmasi, karena merekalah yang memiliki metode yang
cukup baik dalam melakukan interaksi dengan pasien, yaitu melalui metode Pharmaceutical care. Di dalam metode Pharmaceutical care telah terdapat
panduan yang lengkap bagaimana interaksi antara seorang farmasist atau apoteker
dengan pasien terjadi. Optimalisasi Pharmaceutical
care akan menjamin terwujudnya penggunaan obat herbal dalam proses
penyembuhan.
Pihak terkait lainnya yang tidak boleh kita lupakan adalah industry
farmasi. Elemen inilah yang memproses tanaman herbal menjadi sebuah obat herbal
yang layak konsumsi. Selama ini memang obat-obat Indonesia diproduksi oleh
industry farmasi dalam negeri. Namun,
produsennya berbeda-beda, ada PMA (Penanaman Modal Asing), PMDN (Penanaman
Modal Dalam Negeri), BUMN, dan industri menengah dan kecil. Dari sisi jumlah,
industri farmasi di Indonesia sekitar 280 perusahaan. Memang sebagian besar,
hampir 80% adalah perusahaan farmasi yang penanam modalnya milik dalam negeri,
dan industri kecil dan menengah. Namun, sisa 20%nya adalah perusahaan asing.
Dan perusahaan asing inilah yang menguasai 80% kapital dan penguasaan atas
pasar. Sehingga bisa dipastikan dari tahun
ketahun harga obat menjadi naik. Selain itu,
sebagian besar bahan baku obat harus impor, yaitu sekitar 95%, baik bahan
berkhasiat maupun bahan pembantu. Impor bahan baku ini semakin memperparah
kenaikan harga obat karena tujuan dari ekspor-impor adalah untuk mencari
keuntungan.
Banyak
indusrtri farmasi yang sampai saat ini
belum bisa bersaing dalam skala global dikarenakan ketidakmampuan
industry tersebut memenuhi syarat sebagai industry yang layak. Sehingga
diperlukan revitalisasi industry farmasi tersebut agar nantinya mereka mampu
memenuhi persayaratan baik dari segi ACTD
(Asean Common Technical Dosier) dan ACTR (Asean Common Technical Requirements).
Peran akademisi farmasi akan terlihat di sini, mereka dituntut untuk mampu
menjadikan industry farmasi ini menghasilkan obat herbal yang terstandar dan
layak edar. Industry farmasi juga bisa bekerja sama dengan akademisi farmasi
dalam hal penelitian dan pengembangan obat herbal. Bila program-program yang
telah ditetapkan ini mampu berjalan dengan baik, maka obat dengan harga murah
akan muncul di pasaran, sehingga masyarakat menengah ke bawah tidak lagi
khawatir dalam membeli obat.
Elemen
sinergisitas yang terakhir adalah pemerintah. Apabila akademisi dan industry
farmasi telah menjalin kerja sama yang baik, maka itu belum sempurna bila
pemerintah belum terlibat di dalamnya. Pemerintah memegang peran yang sangat
penting dalam pencapaian visi obat herbal Indonesia karena berkaitan dengan
legalitas atau perijinan. Selain itu pemerintah juga berperan dalam membentuk
badan-badan yang terkait demi mendukung terlaksananya optimalisasi obat herbal
dalam proses pengobatan. Selama ini badan-badan yang telah dibentuk oleh
pemerintah antara lain, Bina
Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif, dan Komplementer Kementerian
Kesehatan, serta Penilaian Obat Asli Indonesia BPOM. Pemerintah juga berperan penting dalam
membantu terwujudnya kerjasama Indonesia dengan negara lain di dunia dalam
upaya mewujudkan kesehatan dunia melalui optimalisasi obat herbal Indonesia.
Sehingga dapatlah ditarik kesimpulan, jika Indonesia ingin mengoptimalkan
penggunaan obat herbal dalam proses pengobatan, baik dalam tingkat nasional
maupun global, maka diperlukan sinergisitas antara akademisi farmasi, industry
farmasi, dan pemerintah. Peran yang baik dari masing-masing elemen akan
menjadikan obat herbal Indonesia mampu diterima bangsa bahkan dunia.
Oleh: Imas Rifki Sahara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar